
Impor Etanol dan Tetes Tebu Asal Thailand Mengancam Petani Lokal
Petani tebu di Indonesia kini menghadapi tantangan berat akibat banjir impor etanol dan tetes tebu dari Thailand. Hal ini menimbulkan dampak signifikan terhadap harga tetes tebu di tingkat petani, yang sebelumnya stabil selama lima tahun terakhir. Kini, harga jual tetes tebu turun drastis hingga hanya Rp900 per kilogram.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Fatchuddin Rosyidi, menjelaskan bahwa sebelum adanya kebijakan baru, harga tetes tebu di tingkat petani berkisar antara Rp2.100 hingga Rp2.400 per kilogram. Namun, situasi berubah setelah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Permendag 16/2025) diberlakukan. Peraturan ini memungkinkan impor tetes dan etanol dari Thailand, yang secara langsung mengurangi permintaan terhadap produk lokal.
Menurut Fatchuddin, industri lebih memilih menggunakan bahan baku impor karena harganya lebih murah. Akibatnya, produksi tetes tebu lokal tidak terserap sepenuhnya. Dalam data APTRI, hanya 40% dari total produksi 1,6 juta ton tetes tebu yang berhasil diserap oleh industri. Sementara itu, 60% sisanya masih tertahan di tangki pabrik gula.
Kondisi yang Mengkhawatirkan
Kondisi ini berpotensi menghentikan operasional pabrik gula jika kapasitas penyimpanan tetes tebu terlampaui. Pabrik akan dipaksa berhenti menggiling tebu jika tangki penuh. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bisa mengganggu target swasembada gula nasional serta stabilitas pangan.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTRI, M Nur Khabsyin, menyatakan bahwa jika tangki pabrik gula meluap, penggilingan tebu harus dihentikan. Menurutnya, pemerintah perlu segera merevisi atau menunda pemberlakuan Permendag 16/2025 untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
Khabsyin menyarankan agar pemerintah sementara waktu menggunakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 sebagai alternatif. Peraturan ini dinilai lebih seimbang dalam melindungi produsen lokal sebelum kebijakan baru direvisi.
Penyelesaian Darurat
Dalam seminar ekosistem gula nasional di Jakarta, Khabsyin menekankan bahwa situasi ini adalah darurat. Ia menilai pemerintah harus segera bertindak untuk mengatasi masalah impor yang mengancam kesejahteraan petani dan kelangsungan industri gula.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa jika tetes tebu tidak dapat diserap, maka akan menjadi limbah yang merugikan lingkungan. Ini akan memperparah krisis yang sedang dihadapi oleh sektor pertanian.
Tantangan Berkelanjutan
Masalah impor etanol dan tetes tebu dari Thailand bukan hanya sekali ini terjadi. Selama beberapa tahun terakhir, pasar Indonesia sering dihiasi dengan produk-produk impor yang lebih murah dan mudah diakses. Namun, hal ini berdampak pada ketidakstabilan harga dan kesulitan para petani lokal.
APTRI berharap pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang lebih adil, baik bagi petani maupun industri. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan sektor gula nasional dapat tetap berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!